SEPASANG MATA

Senin, 24 Februari 2014
SEPASANG MATA

“Ada cahaya disitu!” Ucap Gani dengan raut wajah kagum.
“Dimana?” Ola tersentak dan menatap Gani heran.
“Itu disitu..di kedua bola matamu, ada cahaya terang disitu ada kedamaian setiap kali mataku menatap matamu” Pandangan Gani terus tertuju pada sosok wanita didepannya, menatap sepasang mata yang indah penuh kehangatan.

Lagi-lagi Ola tersentak, wajahnya memerah sempurna tangan sebelah kirinya refleks terangkat menutupi pipi sebelah kirinya, matanya yang sendu sesekali berkedip memperlihatkan kelentikan bulu matanya yang disempurnakan oleh maskara dan eye liner membuat sepasang bola mata itu makin terlihat hidup dan tajam, rambut hitamnya berkibar tertiup angin, bibirnya yang tipis berhiaskan gincu berwarna peach menyimpulkan senyum tipis, semakin lama senyum itu semakin lebar memberi kesan ramah pada raut wajahnya.

Sedangkan sosok lelaki dihadapannya, tak berhenti menatap sosoknya penuh kekaguman memancarkan sinar kebahagian dari wajah orientalnya, matanya terlihat begitu tajam seperti elang yang sedang terbang tinggi dengan seketika menukik tajam kepermukaan air ketika melihat mangsa, rambut ikalnya terlihat acak-acakan karena diterpa angin bulan Agustus.

“La, coba lihat awan hitam itu, sepertinya tak lama lagi akan turun hujan” Gani mencoba memecah suasana, membuyarkan lamunan sosok sempurna dihadapannya, wanita penuh kelembutan yang selalu menjadi tempat untuknya kembali pulang, sosok yang selalu memberi kenyamanan, ada sepasang mata yang tak pernah bosan ia pandangi, yang dengan menatapnya ada cahaya masa depannya disitu, ya di kedua bola matanya.

Ini ketiga kalinya Ola tersentak, entah mengapa ia selalu kehabisan kata-kata setiap kali Gani menatap matanya seperti itu, perasaan risihnya tak lagi jadi perkara tertutupi oleh bahagia yang menyeruak sekaligus haru yang mendera. Dengan lirih Ola menjawab “iya, akan turun hujan sebentar lagi” kali ini Ola tertunduk matanya tak lagi berani menatap pada laki-laki dihadapannya.

Gani menangkap ekspresi berbeda Ola petang itu, dengan lembut Gani menyentuh dagu wanita dihadapannya ada tetes air menyentuh jemari Gani, dengan perlahan ia mengangkat wajah Ola wajahnya sudah basah dialiri air mata yang kian lama kian menderas. Seperti biasa, Gani mendadak melemah tubuhnya terasa dingin, ia tak pernah sanggup melihat Ola menangis, dengan sisa-sisa tenaganya Gani mencoba menyeka air mata itu, menenggelamkan wajah Ola dalam pelukannya, lebih baik seperti ini, lebih baik Ola tak melihat ia menangis, Gani tak pernah memperlihatkan kesedihannya dihadapan Ola. Tak pernah rela rasanya membiarkan wanita yang dicintainya meneteskan air mata tak berkesudahan, Gani tak ingin mimpi dan harapan yang selalu ia lihat pada sepasang mata yang sangat ia kagumi itu hilang tersapu oleh genangan air mata yang kian menderas itu.

“La, berhentilah menangis, biarlah aku kehilangan dirimu, tapi tidak dengan mimpi-mimpi dan harapan itu, kamu boleh bersedih tapi jangan kamu luruhkan masa depanku, tujuan hidupku yang selalu terpancar dari sepasang mata yang tak pernah henti aku kagumi” dengan lantang Gani berucap, mencoba meyakinkan sosok yang ada dipelukannya itu bahwa semua akan baik-baik saja.

“Kamu pernah bilang, tak ada yang lebih menyedihkan daripada menangisi hal yang seharusnya tak perlu ditangisi. Ada laki-laki yang telah siap mendampingimu saat ini, sosok yang tak pernah kamu fikirkan perasaanya setiap kali kamu mengunjungiku dan berucap cinta padaku. Ada yang lebih berhak menyentuhmu, mengusap derasnya air matamu, orang yang tak pernah kamu beri kesempatan untuk menggantikan sedihmu menjadi tawa bahagia, yang tak pernah kamu izinkan menatap indahnya sepasang mata itu, yang selalu kamu abaikan keberadaannya hanya karena satu alasan, kamu masih mencintaiku. Bukankah itu terdengar lebih menyedihkan? Keegoisanmu perlahan telah menyakiti perasaanya. Jangan biarkan hatimu ditutupi oleh keresahan yang tak pernah menjadi sebuah kemantapan hati jika kamu terus menyesali dan berucap tak peduli. Aku masih disini masih menyimpan rapat cinta yang seharusnya telah aku tenggelamkan kedasar hati yang paling dalam, dan membiarkan cinta yang lain masuk menggantikannya. Aku tak pernah mampu, tapi aku tegaskan sekali lagi padamu, aku tak mau menyakiti orang lain karena kebodohanku sendiri, ini kesalahanku membiarkanmu sendiri menunggu hingga tiga tahun lamanya, membuat kedua orang tuamu murka, melihat putri kesayangannya menunggu tanpa ada kejelasan dariku. Aku tak ingin lagi menyalahkan keadaan, mengutuk semua yang telah terjadi. Azra sudah menjadi jawaban untuk penantianmu selama ini, menggantikan orang paling bodoh yang terlena akan kenikmatan duniawi hingga melupakan wanita yang dengan setia bertahun-tahun menantiku. “

Gani melepaskan pelukannya kedua tangannya mencengkram erat pundak Ola, menatapnya tajam. Ola mencoba menerka dan mengartikan tatapan Gani sore itu, lalu mengalihkan pandangannya keluar kaca mobil, rintik hujan mulai membasahi taman kota sore itu, tampak orang-orang berlarian mencari tempat untuk berteduh. Tatapannya kembali pada Gani, “Maafkan aku, maaf atas keegoisanku, tak seharusnya aku berada disini, seharusnya aku seperti sepasang suami istri itu, Ola memandang kearah sepasang suami istri penjual mie ayam yang setiap hari mangkal ditaman itu, mereka bahu membahu merapihkan dagangannya agar tak basah terkena air hujan, ditengah kesibukannya sang isteri masih sempat membuatkan kopi untuk suaminya. Seharusnya aku ada dirumah bersama Azra menyeduhkan kopi hangat untuknya, bercerita banyak tentang pekerjaannya. Aku bahkan tak pernah bertanya apa makanan kesukaannya, aku mengerti sekarang mengapa kamu tak pernah mengizinkan aku mengunjungimu, karena memang sudah ada orang lain tempatku berbagi dan mengabdi. Maaf sudah banyak merepotkanmu, tapi apa Azra mau memaafkanku? Setelah apa yang telah aku perbuat padanya?” Ola menarik napas panjang dan mencoba menyeka sisa air matanya.

“Tak pernah ada kata terlambat untuk memperbaiki keadaan la, lakukanlah yang terbaik selama kamu masih diberi kesempatan untuk berbuat baik, Azra laki-laki yang baik, aku bahagia karena tuhan telah menitipkan kebahagianku pada orang yang tepat, seorang suami yang dengan sabarnya menunggu hingga waktu menyadarkanmu bahwa hatinya selalu terbuka untukmu. Aku mohon la, jangan sakiti Azra, jangan mengorbankan orang lain atas kebodohan aku. Aku akan bahagia melihatmu bahagia bersamanya, kamu tak perlu menangis lagi karena itu akan menyakiti aku dan azra. Sebentar lagi Azra menjemputmu, aku sudah ceritakan semua padanya dan kamu tak perlu khawatir Azra akan membencimu, karena ia selalu mencoba memahami apa yang kamu rasakan. Perbaikilah yang harus kamu perbaiki, bahagiakanlah dia karena itu akan membuatku bahagia.”

Ada seseorang yang mengetuk pintu kaca mobil Gani, Ola pun seketika menoleh dan berdecak kaget melihat suaminya dengan senyum ramah membawakan payung untuknya.

“Pulanglah la, Azra sudah menjemputmu” Ola pun membalas dengan senyum simpulnya bergegas membuka pintu mobil dan menghampiri Azra.

“Terima kasih Gan sudah menjaga Ola” Azra menutup pintu mobil Gani dan meraih jemari Ola dibalas dengan pelukan hangat istrinya. Mereka membiarkan mobil Gani berlalu pergi, bersama kebahagian baru yang coba mereka bangun bersama dibawah rintiknya hujan, Azra menatap sepasang mata dihadapannya, meraih mimpi dan harapan pada kedua bola matanya, berharap kesedihan-kesedihan itu tersapu terbawa air hujan sore itu bukan oleh air mata.
                                                               
=== THE END ===
Okty Imagine ^_^




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senin, 24 Februari 2014

SEPASANG MATA

SEPASANG MATA

“Ada cahaya disitu!” Ucap Gani dengan raut wajah kagum.
“Dimana?” Ola tersentak dan menatap Gani heran.
“Itu disitu..di kedua bola matamu, ada cahaya terang disitu ada kedamaian setiap kali mataku menatap matamu” Pandangan Gani terus tertuju pada sosok wanita didepannya, menatap sepasang mata yang indah penuh kehangatan.

Lagi-lagi Ola tersentak, wajahnya memerah sempurna tangan sebelah kirinya refleks terangkat menutupi pipi sebelah kirinya, matanya yang sendu sesekali berkedip memperlihatkan kelentikan bulu matanya yang disempurnakan oleh maskara dan eye liner membuat sepasang bola mata itu makin terlihat hidup dan tajam, rambut hitamnya berkibar tertiup angin, bibirnya yang tipis berhiaskan gincu berwarna peach menyimpulkan senyum tipis, semakin lama senyum itu semakin lebar memberi kesan ramah pada raut wajahnya.

Sedangkan sosok lelaki dihadapannya, tak berhenti menatap sosoknya penuh kekaguman memancarkan sinar kebahagian dari wajah orientalnya, matanya terlihat begitu tajam seperti elang yang sedang terbang tinggi dengan seketika menukik tajam kepermukaan air ketika melihat mangsa, rambut ikalnya terlihat acak-acakan karena diterpa angin bulan Agustus.

“La, coba lihat awan hitam itu, sepertinya tak lama lagi akan turun hujan” Gani mencoba memecah suasana, membuyarkan lamunan sosok sempurna dihadapannya, wanita penuh kelembutan yang selalu menjadi tempat untuknya kembali pulang, sosok yang selalu memberi kenyamanan, ada sepasang mata yang tak pernah bosan ia pandangi, yang dengan menatapnya ada cahaya masa depannya disitu, ya di kedua bola matanya.

Ini ketiga kalinya Ola tersentak, entah mengapa ia selalu kehabisan kata-kata setiap kali Gani menatap matanya seperti itu, perasaan risihnya tak lagi jadi perkara tertutupi oleh bahagia yang menyeruak sekaligus haru yang mendera. Dengan lirih Ola menjawab “iya, akan turun hujan sebentar lagi” kali ini Ola tertunduk matanya tak lagi berani menatap pada laki-laki dihadapannya.

Gani menangkap ekspresi berbeda Ola petang itu, dengan lembut Gani menyentuh dagu wanita dihadapannya ada tetes air menyentuh jemari Gani, dengan perlahan ia mengangkat wajah Ola wajahnya sudah basah dialiri air mata yang kian lama kian menderas. Seperti biasa, Gani mendadak melemah tubuhnya terasa dingin, ia tak pernah sanggup melihat Ola menangis, dengan sisa-sisa tenaganya Gani mencoba menyeka air mata itu, menenggelamkan wajah Ola dalam pelukannya, lebih baik seperti ini, lebih baik Ola tak melihat ia menangis, Gani tak pernah memperlihatkan kesedihannya dihadapan Ola. Tak pernah rela rasanya membiarkan wanita yang dicintainya meneteskan air mata tak berkesudahan, Gani tak ingin mimpi dan harapan yang selalu ia lihat pada sepasang mata yang sangat ia kagumi itu hilang tersapu oleh genangan air mata yang kian menderas itu.

“La, berhentilah menangis, biarlah aku kehilangan dirimu, tapi tidak dengan mimpi-mimpi dan harapan itu, kamu boleh bersedih tapi jangan kamu luruhkan masa depanku, tujuan hidupku yang selalu terpancar dari sepasang mata yang tak pernah henti aku kagumi” dengan lantang Gani berucap, mencoba meyakinkan sosok yang ada dipelukannya itu bahwa semua akan baik-baik saja.

“Kamu pernah bilang, tak ada yang lebih menyedihkan daripada menangisi hal yang seharusnya tak perlu ditangisi. Ada laki-laki yang telah siap mendampingimu saat ini, sosok yang tak pernah kamu fikirkan perasaanya setiap kali kamu mengunjungiku dan berucap cinta padaku. Ada yang lebih berhak menyentuhmu, mengusap derasnya air matamu, orang yang tak pernah kamu beri kesempatan untuk menggantikan sedihmu menjadi tawa bahagia, yang tak pernah kamu izinkan menatap indahnya sepasang mata itu, yang selalu kamu abaikan keberadaannya hanya karena satu alasan, kamu masih mencintaiku. Bukankah itu terdengar lebih menyedihkan? Keegoisanmu perlahan telah menyakiti perasaanya. Jangan biarkan hatimu ditutupi oleh keresahan yang tak pernah menjadi sebuah kemantapan hati jika kamu terus menyesali dan berucap tak peduli. Aku masih disini masih menyimpan rapat cinta yang seharusnya telah aku tenggelamkan kedasar hati yang paling dalam, dan membiarkan cinta yang lain masuk menggantikannya. Aku tak pernah mampu, tapi aku tegaskan sekali lagi padamu, aku tak mau menyakiti orang lain karena kebodohanku sendiri, ini kesalahanku membiarkanmu sendiri menunggu hingga tiga tahun lamanya, membuat kedua orang tuamu murka, melihat putri kesayangannya menunggu tanpa ada kejelasan dariku. Aku tak ingin lagi menyalahkan keadaan, mengutuk semua yang telah terjadi. Azra sudah menjadi jawaban untuk penantianmu selama ini, menggantikan orang paling bodoh yang terlena akan kenikmatan duniawi hingga melupakan wanita yang dengan setia bertahun-tahun menantiku. “

Gani melepaskan pelukannya kedua tangannya mencengkram erat pundak Ola, menatapnya tajam. Ola mencoba menerka dan mengartikan tatapan Gani sore itu, lalu mengalihkan pandangannya keluar kaca mobil, rintik hujan mulai membasahi taman kota sore itu, tampak orang-orang berlarian mencari tempat untuk berteduh. Tatapannya kembali pada Gani, “Maafkan aku, maaf atas keegoisanku, tak seharusnya aku berada disini, seharusnya aku seperti sepasang suami istri itu, Ola memandang kearah sepasang suami istri penjual mie ayam yang setiap hari mangkal ditaman itu, mereka bahu membahu merapihkan dagangannya agar tak basah terkena air hujan, ditengah kesibukannya sang isteri masih sempat membuatkan kopi untuk suaminya. Seharusnya aku ada dirumah bersama Azra menyeduhkan kopi hangat untuknya, bercerita banyak tentang pekerjaannya. Aku bahkan tak pernah bertanya apa makanan kesukaannya, aku mengerti sekarang mengapa kamu tak pernah mengizinkan aku mengunjungimu, karena memang sudah ada orang lain tempatku berbagi dan mengabdi. Maaf sudah banyak merepotkanmu, tapi apa Azra mau memaafkanku? Setelah apa yang telah aku perbuat padanya?” Ola menarik napas panjang dan mencoba menyeka sisa air matanya.

“Tak pernah ada kata terlambat untuk memperbaiki keadaan la, lakukanlah yang terbaik selama kamu masih diberi kesempatan untuk berbuat baik, Azra laki-laki yang baik, aku bahagia karena tuhan telah menitipkan kebahagianku pada orang yang tepat, seorang suami yang dengan sabarnya menunggu hingga waktu menyadarkanmu bahwa hatinya selalu terbuka untukmu. Aku mohon la, jangan sakiti Azra, jangan mengorbankan orang lain atas kebodohan aku. Aku akan bahagia melihatmu bahagia bersamanya, kamu tak perlu menangis lagi karena itu akan menyakiti aku dan azra. Sebentar lagi Azra menjemputmu, aku sudah ceritakan semua padanya dan kamu tak perlu khawatir Azra akan membencimu, karena ia selalu mencoba memahami apa yang kamu rasakan. Perbaikilah yang harus kamu perbaiki, bahagiakanlah dia karena itu akan membuatku bahagia.”

Ada seseorang yang mengetuk pintu kaca mobil Gani, Ola pun seketika menoleh dan berdecak kaget melihat suaminya dengan senyum ramah membawakan payung untuknya.

“Pulanglah la, Azra sudah menjemputmu” Ola pun membalas dengan senyum simpulnya bergegas membuka pintu mobil dan menghampiri Azra.

“Terima kasih Gan sudah menjaga Ola” Azra menutup pintu mobil Gani dan meraih jemari Ola dibalas dengan pelukan hangat istrinya. Mereka membiarkan mobil Gani berlalu pergi, bersama kebahagian baru yang coba mereka bangun bersama dibawah rintiknya hujan, Azra menatap sepasang mata dihadapannya, meraih mimpi dan harapan pada kedua bola matanya, berharap kesedihan-kesedihan itu tersapu terbawa air hujan sore itu bukan oleh air mata.
                                                               
=== THE END ===
Okty Imagine ^_^




Tidak ada komentar:

Posting Komentar