SEPASANG MATA
“Ada cahaya disitu!” Ucap Gani dengan raut wajah kagum.
“Dimana?” Ola tersentak dan
menatap Gani heran.
“Itu disitu..di kedua bola
matamu, ada cahaya terang disitu ada kedamaian setiap kali mataku menatap
matamu” Pandangan Gani terus tertuju pada sosok wanita didepannya, menatap
sepasang mata yang indah penuh kehangatan.
Lagi-lagi Ola tersentak, wajahnya
memerah sempurna tangan sebelah kirinya refleks terangkat menutupi pipi sebelah
kirinya, matanya yang sendu sesekali berkedip memperlihatkan kelentikan bulu
matanya yang disempurnakan oleh maskara dan eye liner membuat sepasang bola
mata itu makin terlihat hidup dan tajam, rambut hitamnya berkibar tertiup
angin, bibirnya yang tipis berhiaskan gincu berwarna peach menyimpulkan senyum
tipis, semakin lama senyum itu semakin lebar memberi kesan ramah pada raut
wajahnya.
Sedangkan sosok lelaki
dihadapannya, tak berhenti menatap sosoknya penuh kekaguman memancarkan sinar
kebahagian dari wajah orientalnya, matanya terlihat begitu tajam seperti elang
yang sedang terbang tinggi dengan seketika menukik tajam kepermukaan air ketika
melihat mangsa, rambut ikalnya terlihat acak-acakan karena diterpa angin bulan
Agustus.
“La, coba lihat awan hitam itu,
sepertinya tak lama lagi akan turun hujan” Gani mencoba memecah suasana,
membuyarkan lamunan sosok sempurna dihadapannya, wanita penuh kelembutan yang
selalu menjadi tempat untuknya kembali pulang, sosok yang selalu memberi
kenyamanan, ada sepasang mata yang tak pernah bosan ia pandangi, yang dengan menatapnya
ada cahaya masa depannya disitu, ya di kedua bola matanya.
Ini ketiga kalinya Ola tersentak,
entah mengapa ia selalu kehabisan kata-kata setiap kali Gani menatap matanya
seperti itu, perasaan risihnya tak lagi jadi perkara tertutupi oleh bahagia yang
menyeruak sekaligus haru yang mendera. Dengan lirih Ola menjawab “iya, akan
turun hujan sebentar lagi” kali ini Ola tertunduk matanya tak lagi berani
menatap pada laki-laki dihadapannya.
Gani menangkap ekspresi berbeda
Ola petang itu, dengan lembut Gani menyentuh dagu wanita dihadapannya ada tetes
air menyentuh jemari Gani, dengan perlahan ia mengangkat wajah Ola wajahnya
sudah basah dialiri air mata yang kian lama kian menderas. Seperti biasa, Gani
mendadak melemah tubuhnya terasa dingin, ia tak pernah sanggup melihat Ola
menangis, dengan sisa-sisa tenaganya Gani mencoba menyeka air mata itu,
menenggelamkan wajah Ola dalam pelukannya, lebih baik seperti ini, lebih baik
Ola tak melihat ia menangis, Gani tak pernah memperlihatkan kesedihannya
dihadapan Ola. Tak pernah rela rasanya membiarkan wanita yang dicintainya
meneteskan air mata tak berkesudahan, Gani tak ingin mimpi dan harapan yang
selalu ia lihat pada sepasang mata yang sangat ia kagumi itu hilang tersapu
oleh genangan air mata yang kian menderas itu.
“La, berhentilah menangis,
biarlah aku kehilangan dirimu, tapi tidak dengan mimpi-mimpi dan harapan itu,
kamu boleh bersedih tapi jangan kamu luruhkan masa depanku, tujuan hidupku yang
selalu terpancar dari sepasang mata yang tak pernah henti aku kagumi” dengan
lantang Gani berucap, mencoba meyakinkan sosok yang ada dipelukannya itu bahwa
semua akan baik-baik saja.
“Kamu pernah bilang, tak ada
yang lebih menyedihkan daripada menangisi hal yang seharusnya tak perlu
ditangisi. Ada laki-laki yang telah siap mendampingimu saat ini, sosok yang tak
pernah kamu fikirkan perasaanya setiap kali kamu mengunjungiku dan berucap
cinta padaku. Ada yang lebih berhak menyentuhmu, mengusap derasnya air matamu,
orang yang tak pernah kamu beri kesempatan untuk menggantikan sedihmu menjadi
tawa bahagia, yang tak pernah kamu izinkan menatap indahnya sepasang mata itu,
yang selalu kamu abaikan keberadaannya hanya karena satu alasan, kamu masih
mencintaiku. Bukankah itu terdengar lebih menyedihkan? Keegoisanmu perlahan
telah menyakiti perasaanya. Jangan biarkan hatimu ditutupi oleh keresahan yang
tak pernah menjadi sebuah kemantapan hati jika kamu terus menyesali dan berucap
tak peduli. Aku masih disini masih menyimpan rapat cinta yang seharusnya telah
aku tenggelamkan kedasar hati yang paling dalam, dan membiarkan cinta yang lain
masuk menggantikannya. Aku tak pernah mampu, tapi aku tegaskan sekali lagi
padamu, aku tak mau menyakiti orang lain karena kebodohanku sendiri, ini
kesalahanku membiarkanmu sendiri menunggu hingga tiga tahun lamanya, membuat
kedua orang tuamu murka, melihat putri kesayangannya menunggu tanpa ada
kejelasan dariku. Aku tak ingin lagi menyalahkan keadaan, mengutuk semua yang
telah terjadi. Azra sudah menjadi jawaban untuk penantianmu selama ini,
menggantikan orang paling bodoh yang terlena akan kenikmatan duniawi hingga
melupakan wanita yang dengan setia bertahun-tahun menantiku. “
Gani melepaskan pelukannya kedua
tangannya mencengkram erat pundak Ola, menatapnya tajam. Ola mencoba menerka
dan mengartikan tatapan Gani sore itu, lalu mengalihkan pandangannya keluar
kaca mobil, rintik hujan mulai membasahi taman kota sore itu, tampak
orang-orang berlarian mencari tempat untuk berteduh. Tatapannya kembali pada
Gani, “Maafkan aku, maaf atas keegoisanku, tak seharusnya aku berada disini,
seharusnya aku seperti sepasang suami istri itu, Ola memandang kearah sepasang
suami istri penjual mie ayam yang setiap hari mangkal ditaman itu, mereka bahu
membahu merapihkan dagangannya agar tak basah terkena air hujan, ditengah
kesibukannya sang isteri masih sempat membuatkan kopi untuk suaminya.
Seharusnya aku ada dirumah bersama Azra menyeduhkan kopi hangat untuknya,
bercerita banyak tentang pekerjaannya. Aku bahkan tak pernah bertanya apa
makanan kesukaannya, aku mengerti sekarang mengapa kamu tak pernah mengizinkan
aku mengunjungimu, karena memang sudah ada orang lain tempatku berbagi dan
mengabdi. Maaf sudah banyak merepotkanmu, tapi apa Azra mau memaafkanku?
Setelah apa yang telah aku perbuat padanya?” Ola menarik napas panjang dan
mencoba menyeka sisa air matanya.
“Tak pernah ada kata terlambat
untuk memperbaiki keadaan la, lakukanlah yang terbaik selama kamu masih diberi
kesempatan untuk berbuat baik, Azra laki-laki yang baik, aku bahagia karena
tuhan telah menitipkan kebahagianku pada orang yang tepat, seorang suami yang
dengan sabarnya menunggu hingga waktu menyadarkanmu bahwa hatinya selalu
terbuka untukmu. Aku mohon la, jangan sakiti Azra, jangan mengorbankan orang
lain atas kebodohan aku. Aku akan bahagia melihatmu bahagia bersamanya, kamu
tak perlu menangis lagi karena itu akan menyakiti aku dan azra. Sebentar lagi
Azra menjemputmu, aku sudah ceritakan semua padanya dan kamu tak perlu khawatir
Azra akan membencimu, karena ia selalu mencoba memahami apa yang kamu rasakan.
Perbaikilah yang harus kamu perbaiki, bahagiakanlah dia karena itu akan
membuatku bahagia.”
Ada seseorang yang mengetuk pintu
kaca mobil Gani, Ola pun seketika menoleh dan berdecak kaget melihat suaminya
dengan senyum ramah membawakan payung untuknya.
“Pulanglah la, Azra sudah
menjemputmu” Ola pun membalas dengan senyum simpulnya bergegas membuka pintu
mobil dan menghampiri Azra.
“Terima kasih Gan sudah menjaga
Ola” Azra menutup pintu mobil Gani dan meraih jemari Ola dibalas dengan pelukan
hangat istrinya. Mereka membiarkan mobil Gani berlalu pergi, bersama kebahagian
baru yang coba mereka bangun bersama dibawah rintiknya hujan, Azra menatap
sepasang mata dihadapannya, meraih mimpi dan harapan pada kedua bola matanya,
berharap kesedihan-kesedihan itu tersapu terbawa air hujan sore itu bukan oleh
air mata.
=== THE END ===
Okty Imagine ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar